Persoalan hidup bisa datang dari mana aja, bisa dari keluarga dan bisa juga dari diri sendiri. Inilah
yang dialami seorang anak muda sebut saja Ananda. Ya, Ananda benar-benar udah nggak nyerah sama kondisi yang dialaminya.
Karena ngerasa
udah nggak tahan lagi sama kondisinya, Ananda pun menjumpai seorang dokter di
klinik. Dia dipersilahkan masuk. Dengan tenang sang dokter pun mendengar keluhannya
dengan saksama. Kemudian sang dokter mulai meraih empat bungkusan resep obat dan memberinya ke Ananda.
“Besok sebelum
jam sembilan pagi kamu harus ke pantai sendirian. Jangan lupa bawa juga empat
bungkus obat ini ke sana. Selain itu, kamu nggak boleh membawa apapun, baik buku
atau majalah. Radio atau tape juga nggak boleh. Di sana, kamu bisa buka bungkusan
obat ini sesuai jam yang tercatat di kemasannya. Buka bungkusnya satu per satu mulai
jam sembilan, jam dua belas, jam tiga dan jam lima. Aku yakin pasti kalau kamu ikuti resepnya sakitmu bakal sembuh,” jelas sang dokter.
Keempat bungkus
obat itu pun sudah ditangan Ananda. Tapi ada semburat keraguan yang tergambar diwajahnya.
Walaupun keesokan harinya dia tetap mengikuti saran dokter. Dia tiba di pesisir
pantai yang cukup cerah, saat mentari merekah di ufuk Timur. Waktu sudah menunjukkan pukul 9, buru-buru Ananda pun membuka bungkusan obat yang pertama.
Alangkah terkejutnya
anak muda yang satu ini karna nyatanya nggak sebutirpun obat didapatinya dibungkusan itu kecuali secarik kertas. Di atas kertas tertulis satu kata: DENGARLAH.
Untuk kali
kedua, Ananda lalu menunggu waktu untuk membuka bungkusan kedua yaitu pukul 12.
Sepanjang menunggu, Ananda hanya duduk tenang dan mendengarkan desiran angin
pantai serta deburan gelombang yang memecah bibir pantai. Suasananya amat tenang dan indah. Saat itu dia merasa seakan-akan jiwanya dibasuh bersih.
Jam dua
belas tepat. Dia pun membuka bungkusan obat yang kedua. Lagi-lagi, bungkusan itu tetap kosong, kecuali berisi selembar kertas bertuliskan: Mengingat.
Saat itulah
dia kemudian mulai fokus mendengarkan musik pantai yang indah nan nyaman. Dia bahkan
perlahan-lahan mengingat setiap jejak langkahnya sendiri sejak kanak-kanak. Ia
mengingat masa-masa sekolahnya dulu, mengingat kedua orangtuanya yang selalu menunjukkan
cinta mereka untuknya. Dia juga mengingat semua teman yang mencintai dan yang
dia cintai. Saat itulah segumpal kekuatan dan kehangatan seakan berhembus di kedalaman sanubarinya.
Pukul 3 sore
pun akhirnya tiba. Saatnya membuka bungkusan obat yang ketiga. Lagi-lagi, dia hanya
mendapati secarik kertas bertuliskan: Menimbang dan menilai motivasi.
Dengan tenang
dia mulai memejamkan mata, memusatkan perhatian. Di sana terlintas bayangan tentang
awal pertama dia memulai usaha yang bertujuan untuk membantu sesama. Tiba-tiba dia
tersadar kalau selama ini sudah keliru menjalankan usahanya hanya demi meraup
keuntungan semata. Karena itulah dia mulai jadi sosok yang egois dan nggak peduli sama orang lain. Itulah salah satu penyebab dari rasa cemas yang menghantuinya.
Saat matahari
mulai tenggelam, Ananda lalu membuka bungkus obat yang terakhir. Hasilnya tetap sama, kecuali tulisan pesan yang berbeda. Dia membaca satu kalimat: Tulislah segala kecemasanmu di bibir pantai.
Sesuai dengan
pesan tulisan itu, Ananda pun melakukannya. Dia perlahan melangkah menuju bibir
pantai lalu mulai menulis satu kata ‘cemas’. Tapi ombak segera datang menghantam dan menghapus apa yang baru dituliskannya. Bibir pantai pun kembali bersih!
Saat kamu membaca
kisah ini, apakah kamu pernah merasa ada pada situasi yang sama? Pernah nggak
sih kita dengan jujur mendengarkan bahasa batin kita sendiri? Apakah kita masih
terus mengingat-ingat semua hal pahit dan manis yang kita alami di masa silam
kita? Sampai-sampai hal itu bahkan membentuk kita jadi diri kita saat ini? Apakah
kamu dihantui rasa cemas hari ini?
Renungan ini
mengingatkan kita supaya segala beban apapun yang kita alami, janganlah sekali-kali
kita genggam. Tapi sebaliknya, lepaskanlah itu seperti dengan menulisnya di tepian
pasir pantai. Ombak lautan akan segera menghapusnya dan tak lagi menyisakan bekasnya
di sana. Demikianlah Yesus. Kita akan mengalami kelegaan hidup kalau kita benar-benar
menyerahkan hidup kita hanya kepada-Nya. Karena Yesus adalah sumber kelegaan atas
rasa letih dan beban berat (Matius 11: 28).